Data dan Fakta
Seorang karyawan Kementerian Perdagangan di Denpasar, membeli sebuah
polis unit-link yang kedua tanggal 23 Desember 2008 (polis asuransi
efektif mulai 01 Desember 2008 s/d 30 Novenber 2042 atau 34 tahun) atas
nama dirinya. sedangkan polis pertamanya di jual (surrender) tanggal 4
Maret 2009 untuk tambahan biaya tour bersama anak-anak dan suaminya ke
luar negeri tanggal 23 Maret 2009.
Premi tahunan sebesar Rp20.000.000,- , dibayar setiap tahun selama 5 tahun. Adapun polisnya adalah non-medical dan semua proses pengajuan polis baru telah dipenuhi sesuai prosedur dan persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan asuransi.{Baca : Tips Memilih Asuransi}
Tanggal 29 Maret 2009, setelah pulang dari tournya ke luar negeri,
Tertanggung menderita sakit batuk-batuk, lalu ia melakukan konsultasi
dan pengobatan ke Dokter Spesialis Penyakit Paru pada tanggal-tanggal 11
April 2009; 13 April 2009; 14 April 2009 dan 20 April 2009. Pada
pemeriksaan tanggal 20 April 2009 ini Tertanggung mengetahui dirinya
menderita penyakit kanker, berdasarkan hasil pemeriksaan dan diagnosa
dokter. Pengobatan dilanjutkan 21 April 2009; 24 April 2009; 28 April
2009 dan terakhir tanggal 1 Mei 2009. {Baca : Asuransi Jiwa}
Tanggal 5 Mei 2009 sampai 15 Mei 2009 Tertanggung berobat di RS St.
Carolus Jakarta, ditangani oleh Dokter Spesialis Penyakit Kanker dengan
diagnosis : 1. Pneumonia 2. Adenoca Paru kiri dengan efusi pleura kiri,
3. Tidak didapatkan TB pada pasien ini.
Tanggal 25 Mei 2009 Tertanggung berobat di RS Gleneagles Medical Centre di Singapura dengan tujuan meminta second opinion. {Baca : UU Perlindungan Konsumen}
Setelah kembali dari pengobatan di Singapura, Tertanggung sempat
beristirahat di rumahnya. Pada tanggal 2 Juni 2009 pernapasannya agak
terganggu dan kondisi badannya melemah. Ia segera diantar keluarganya ke
RS Bali Medistra, Denpasar. Selama dirawat di RS ini kondisi
kesehatannya menurun dan akhirnya pada tanggal 6 Juni 2009 jam 01.00
pagi Tertanggung meninggal dunia. {Baca : Polis Asuransi}
Dokter terakhir yang menangani Tertanggung memberikan diagnosis pada
surat keterangan dokter sebagai kelengkapan pengajuan klaim kematian
tertanggal 16 Juni 2009, pada item 2 menyebutkan: “……keluhan sakitnya 6 (enam) bulan sebelumnya.”
Atas dasar keterangan dokter terakhir yang merawat Tertanggung
tersebut, pihak perusahaan asuransi menolak membayar klaim dengan
alasan:
-
Tertanggung diasumsikan telah mengetahui dirinya menderita penyakit
kanker paru-paru berdasarkan Surat Keterangan Dokter RS Bali Medistra
yang menyatakan bahwa tertanggung sejak 6 bulan sebelumnya menderita Ca
Paru Stadium-IV (Kanker paru-paru stadium-IV). Artinya jika dihitung
mundur dari waktu Tertanggung meninggal tanggal 6 Juni 2009 hingga saat
Tertanggung membeli polis asuransi tanggal 23 Desember 2008, ia pasti
sudah mengetahui dirinya menderita penyakit tersebut.
-
Tertanggung dinyatakan telah melanggar prinsip iktikad baik, karena
tidak memberikan keterangan yang sebenarnya pada saat pengisian aplikasi
(SPAJ) pada Bagian pertanyaan IX No.9.
Hasil Mediasi
Pemohon mengajukan sengketanya ke BMAI tanggal 19 Oktober 2009.
Proses mediasi berjalan dengan baik, akan tetapi tidak ada kata sepakat,
karena masing-masing pihak mempertahankan pendiriannya. Pada tanggal 8
Februari 2010 perusahaan asuransi tetap pada keputusannya untuk menolak
membayar klaim Termohon. {Baca : Klasifikasi Asuransi}
Pertimbangan Majelis Ajudikasi
Dengan tidak adanya kata sepakat, maka sengketa ini dilanjutkan oleh
Pemohon ke jenjang ajudikasi tanggal 16 Februari 2010. Majelis
Ajudikasi memeriksa dan memutuskan, Termohon harus membayar klaim dengan
pertimbangan sebagai berikut:
-
Dokter terakhir yang menangani Tertanggung yaitu Dokter RS Bali
Medistra pada tanggal 12 Oktober 2009 telah membuat koreksi atas surat
keterangan awalnya menjadi : “Berdasarkan penelusuran catatan medik
yang bersangkutan di tempat kami dan catatan medik dokter yang memeriksa
sebelumnya, fotocopy data terlampir, bahwa keluhan sakitnya (batuk
berdahak) dirasakan kurang lebih 2 (dua) bulan sebelumnya.”
-
Tertanggung tidak mengetahui dirinya menderita penyakit kanker pada
saat membeli polis asuransi yang kedua tanggal 23 Desember 2008. Ia baru
menyadari dirinya menderita penyakit kanker paru-paru setelah pulang
dari tournya keluar negeri yaitu saat pemeriksaan yang keempat oleh
Dokter RS St. Carolus tanggal 20 April 2009.
-
Termohon tidak dapat membuktikan bahwa Tertanggung telah menyadari
dirinya menderita penyakit sebelum atau pada saat membeli polis asuransi
kedua, tetapi hanya berdasarkan asumsi atas keterangan yang diberikan
oleh dokter yang merawatnya. Oleh karenanya Tertanggung tidak dapat
dianggap melanggar prinsip-prinsip iktikad baik (utmost good faith).
-
Jika Tertanggung sungguh beriktikad tidak baik, maka Tertanggung
tidak mungkin menjual polis pertamanya tanggal 4 Maret 2009 atau 3 bulan
sebelum Tertanggung meninggal dunia.
Analisis
Seorang dokter dapat saja membuat suatu kekeliruan. Terbukti ia
telah meralat keterangan yang diberikannya terdahulu. Seorang calon
Tertanggung boleh saja tidak menyadari bahwa ia tengah menderita sesuatu
penyakit pada saat ia membeli asuransi, karena ia jarang ke dokter atau
karena keawamannya atau mungkin ia tidak pandai membaca gejala adanya
suatu penyakit. Ia pun dapat saja berbohong. Namun logika mengatakan,
jika ia sungguh mengetahui dirinya menderita sesuatu penyakit ia tidak
akan menjual polis pertamanya.
Pembelajaran
-
Hendaknya Penanggung lebih cermat dalam melakukan investigasi klaim,
sehingga setiap keputusan penolakan klaim tidak mudah dibantah. Oleh
karena dokter pun dapat membuat kekeliruan, sebaiknya dilakukan
klarifikasi dengan dokter pembuat keterangan medik. Meminta pendapat
dokter ahli lain tentu akan membantu.
-
Menjual polis asuransi tanpa pemeriksaan dokter (non-medical)
senantiasa mempunyai risiko dan konsekuensi. Hal ini dimaklumi benar
oleh Penanggung ketika produk tersebut diciptakan. Penjual dan
underwriter perlu lebih peka pada saat menerima permohonan produk ini.
Jika Anda Memerlukan Asuransi
WhatsApp
No: 0838 9312 8913